Monday, October 21, 2013

Mendaki Gunung Api Purba Nglanggeran

Mendaki Gunung Api Purba Nglanggeran

Gunungkidul tidak hanya memiliki wisata pantai. Salah satu yang sedang naik daun sekarang ini adalah Nglanggeran, terletak di Patuk, tidak terlalu jauh dari Kota Yogyakarta. Penelitian mengungkapkan bahwa Nglanggeran dulunya adalah gunung berapi aktif. Kini, kombinasi antara susunan material vulkanik purba dengan bentang alam hijau menjadikannya primadona pariwisata.
Petunjuk arah jalur pendakian di Nglanggeran. 

Saya berangkat pagi hari dari Yogyakarta menuju ke Jalan Wonosari, sebuah jalan mendaki dan berliku yang kian hari kian ramai, terutama karena wisata di kawasan ini semakin berkembang. Walaupun berliku dan ramai – terutama saat akhir pekan dan liburan – akses ke arah Wonosari lancar karena jalan yang mulus dan senantiasa diperbaiki oleh pemerintah daerah. 

Tidak seperti pantai-pantai Gunungkidul yang rata-rata berjarak 60-70 km dari Yogya, Nglanggeran paling hanya separuhnya. Tidak jauh dari perbatasan antara Bantul dan Gunungkidul, saya membelok ke kiri sesuai dengan petunjuk arah yang terdapat di tepi jalan. Dari jalan utama ini, jaraknya sekitar 7 km. Saya melewati desa-desa yang masih asri di tengah sawah dan kebun. 

Begitu tiba di dekat tujuan, terbentang panorama yang menakjubkan. Gunung Api Nglanggeran dari jauh terlihat seperti susunan batu-batu raksasa berwarna keabu-abuan. Di kanan kirinya sawah menghijau – dan tentu saja menara-menara operator telepon seluler.

Tiket masuk ke kawasan wisata ini sangat murah, saat itu hanya Rp3.000 untuk siang hari dan Rp5.000 untuk malam hari. Di bagian depan terdapat pendopo yang sering digunakan sebagai tempat istirahat dan makan siang. 
Tangga kayu dan bambu disediakan pengelola untuk mempermudah langkah wisatawan. 

Jangan bandingkan Nglanggeran dengan gunung-gunung berapi yang masih aktif. Gunung api purba ini hanya memiliki puncak setinggi 700 meter di atas permukaan laut. Sementara di bagian dasarnya pun sudah 200 mdpl, jadi saya hanya mendaki 500 meter hingga ke puncak. Tergantung stamina kita berapa lama sampai ke puncak. Apabila tidak sanggup pun masih ada beberapa titik pendakian di mana wisatawan bisa berhenti dan menikmati pemandangan. 

Untuk sebagian jalur pendakian, terutama di bagian bawah, sudah dibangun tangga oleh pihak pengelola. Asyiknya, saya harus melewati jalan di bawah batu yang berbentuk seperti gua. Ada juga titik-titik di mana saya harus mendaki menggunakan tali yang sudah disediakan oleh pengelola. Ada juga lokasi di mana kita harus melompati celah sempit.
Bentang alam Gunungkidul terlihat dari atas

Kebanyakan pengunjung berhenti di puncak pertama atau ke dua karena makin ke atas medannya memang makin berat. Saya juga sempat berhenti beberapa kali untuk mengatur napas dan meluruskan kaki yang pegal. Dari puncak pemandangan memang menakjubkan. Gunungkidul yang dulunya dikenal sebagai daerah kering kini tambak subur dan ijo royo-royo

Gunung terbesar yang ada di Nglanggeran adalah Gunung Gede. Di sinilah terdapat puncak tertinggi. Selain itu ada pula Gunung Tlogo Mardidho yang dihuni oleh tujuh keluarga. Menurut kepercayaan, di dusun ini memang hanya boleh ditinggali oleh tujuh keluarga, tak kurang dan tak lebih. Bila ada yang menikah dan membentuk keluarga baru, harus meninggalkan dusun untuk tinggal di tempat lain bila tidak ingin ada bencana terjadi.

Seperti halnya banyak tempat di Jawa, Gunung Api Purba Nglanggeran pun menyimpang banyak misteri dan mitos yang masih dipercayai oleh penduduk setempat. Mitos-mitos ini banyak berkaitan dengan tokoh-tokoh pewayangan.

Nglanggeran sebenarnya paling cocok dikunjungi saat matahari terbit, sayangnya saya kesiangan. Walaupun masih cukup pagi, namun matahari sudah terik membakar tubuh. Ketika turun dari gunung, saya sempat bercakap-cakap dengan petugas jaga. 

“Ini sudah terlalu terang, Mbak. Kalau mau foto, paling bagus harus dari embung,” katanya. 

Ternyata ada sebuah embung (waduk) yang berada 1,5 km arah tenggara kawasan wisata Nglanggeran. Jalannya kadang-kadang berlubang namun mudah untuk dilalui oleh kendaraan roda empat. Di sekitar embung ini sudah mulai ditanami kebun beragam buah-buahan. Idenya adalah mengubah kawasan ini menjadi seperti Taman Buah Mekarsari. Memang masih butuh beberapa tahun agar pohon-pohon di lahan seluas 20 hektar itu besar dan berbuah lebat. 

Dari sekitar embung ini jajaran Gunung Api Nglanggeran memang terlihat jelas secara keseluruhan. Matahari yang kebetulan saat itu sangat terik justru mengaburkan pandangan karena terlalu menyilaukan. Di kawasan embung sudah terdapat lapangan parkir yang besar dengan beberapa warung yang menjual makanan ringan dan minuman botol.

Saya memilih untuk duduk berteduh di salah satu warung, menyaksikan pemandangan Nglanggeran sambil menikmati segelas manisnya es dawet. 

Baca juga cerita perjalanan Olenka lainnya di backpackology.me


No comments:

Post a Comment